Rabu, 06 Februari 2019

Moralitas Kondisi Masyarakat dan Kondisi Opini Sosial


Moralitas Kondisi Masyarakat dan Kondisi Opini Sosial
Oleh : Faisal Hadi Pinem, SH

Masyarakat dalam bahasa Inggris artinya society yang pengertiannya mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Istilah masyarakat juga disebut dengan sistem sosial. menurut sosiolog yang bernama Emile Durkheim, masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Maksudnya yaitu adanya ikatan sosial dalam kelompok. Masyarakat juga berarti kelompok manusia yang hidupnya teratur. Masyarakat termasuk sosial order atau keteraturan sosial. Sosial itu berasal dari individu yang berarti individu tersebut saling bekerja sama. Masyarakat mempunyai solidaritas sosial yaitu biasa disebut dengan ikatan kesamaan.

Di sisi lain, secara sosiologis, perubahan di dalam masyarakat, bahwa rasio manusia semakin tertantang, dan tantangan pertama adalah moralitas manusia itu sendiri. Karena itu tidak heran jika setiap orang akan menyusun klaim dan memiliki motiv tersendiri dalam mengantisipasi perubahan dalam masyarakat modern/postmodern ini. Begitu pun lembaga-lembaga sosial akan memiliki dan membentuk sistem regulasi tersendiri dalam menanggulangi berbagai peran sosialnya. Mengikuti Durkheim, suatu perubahan yang terjadi tidak bisa diterima sui generis, melainkan perlu mengolah kesadaran kolektif untuk menata peran sosial dan membangun regulasi sosial yang lebih beradab.

Mazhab Frankfurt dan kaum Postmodernisme pun akan mengatakan bahwa untuk bertahan di era modernisasi dewasa ini orang harus masuk ke dalam kawasan “meta-“ artinya kawasan yang mampu melampaui segala sekat dan batas (boundaries) di dalam hidup masyarakat. Secara filsafatik dapat kita katakan bahwa perubahan cepat di dalam masyarakat yang ditandai oleh bangkitnya kerja akal (rasio) adalah bukti bahwa masyarakat sudah mengalami perkembangan peradaban yang sangat tinggi karena pengaruh pendidikan.

Permasalah dewasa ini adalah usaha menemukan bagaimana seharusnya nasib moralitas di dalam masyarakat seperti masyarakat kita dewasa ini, yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi dan unifikasi, dengan meningkatnya kemungkinan komunikasi yang menghubungkan berbagai bagian dunia dan selanjutnya penyerapan kehidupan setempat pada umumnya, dengan bangkitnya industri yang kuat, dan perkembangan individualisme yang menyertai pemusatan semua  kekuatan sosial ini, dan sebagainya.

Aspirasi sosial yang membingungkan yang membuatnya terdengar di segala penjuru mengungkapkan cara bagaimana masyarakat kita atau bagian-bagiannya yang berbeda, melihat kondisi nyata dan cara bagaimana kondisi itu harus dihadapi. Mereka tidak mempunyai nilai lain. Memang, aspirasi tersebut merupakan sumber informasi yang bernilai sebab mereka menunjukkan bagian tertentu dari realitas sosial yang mendasarinya, tetapi masing-masing hanyalah mengungkapkan satu aspek dan pegungkapannya tidak selalu sepenuhnya dapat dipercaya. 

Nafsu dan praduga sehari-hari tidak memungkinkan pengungkapan realitas yang sebenarnya. Tugas ilmu pengetahuan untuk menemukan realitas tersebut untuk kemudian mengungkapkannya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa masyarakat haruslah mendasarkan penilainnya mengenai perkembangan di kemudian hari di atas realitas, walaupun dalam mengkaji masalah praktek moral sehari-hari perlu memahami berbagai manifestasi sosialisme maupun pandangan-pandangan lainnya yang bertentangan, serta pandangan keagamaan yang hidup pada saat ini. 

Peranan ilmu pengetahuan tidaklah berhenti setelah menunjukkan pandangan yang lebih jelas akan kecenderungan opini umum, sebab obyek utama penelitiannya adalah kondisi masyarakat, bukan kondisi sosial. Adalah sukar untuk mengatakan bahwa aspirasi kesadaran kolektif hanya halusinasi belaka. Bahkan lebih jauh lagi jika moralitas yang sama sekali tidak berkaitan dengan opini masyarakat, maka keadaan yang demikian itu akan sia-sia, sebab moralitas yang di pahami itu akan tetap merupakan suatu pemikiran yang mati.

Oleh karena itulah dalam praktek kehidupan bermasyarakat, peranan nalar setidak-tidaknya selalu membantu sang zaman untuk semakin sadar akan dirinya sendiri, akan kebutuhan dan sentimen-sentimennya. Moralitas adalah penerapan nalar secara lebih metodis untuk mencapai tujuan dalam masyarakat sosial.

Socrates mengungkapkan, lebih jelas dari hakim yang mengadilinya, moralitas yang cocok dengan zamannya. Tampaknya mudah untuk menunjukkan bahwa, sebagai akibat dari transformasi  masyarakat lama yang berdasarkan gen dan gangguan keyakinan keagamaan yang ditimbulkannya, maka sebuah moralitas dan keyakinan keagamaan baru menjadi perlu di Athena. Juga mudah untuk menunjukkan bahwa aspirasi ke arah formulasi baru ini tidak hanya dirasakan oleh Socrates saja, tetapi telah ada arus yang kuat yang ditunjukkan oleh sikap kaum Sophist. Dalam artian inilah Socrates dipandang sebagai tokoh yang mendahului zamannya, yang sekaligus pula mengungkapkan semangat zaman itu.

Dalam prespektif Durkheim moralitas memiliki tiga komponen, pertama moralitas melibatkan disiplin yang dimana disiplin dari sudut pengekangan terhadap dorongan-dorongan hasrat seseorang. Pengekangan dianggap penting karena kepentingan individu dan kelompok tidak sama dan bisa saja terlibat dalam konflik. Disiplin merupakan suatu komponen yang dapat membatasi seorang individu untuk bertindak dan berkeinginan sesuai batasan-batasan yang ada dalam fakta sosial sehingga individu tidak dapat menuntut lebih.

Komponen yang kedua adalah keterikatan terhadap kelompok sosial, keterikatan yang dimaksudkan adalah keterikatan secara emosional dan tulus antar individu dengan kelompok sosialnya sehingga individu rela dengan sepenuh hati mengikuti aturan atau fakta sosial dalam kelompoknya, sehingga keterikatan adalah bagian dari diri individu tersebut, berbeda dengan disiplin yang hakikatnya adalah memaksa dan paksaan itu berasal dari luar karena tidak adanya keterikatan dalam diri masing-masing individu. Kemudian komponen yang ke tiga adalah otonomi, dimana moralitas modern mesti didasarkan pada hubungan antara individu dan masyarakat.

Dalam kaitanya dengan moral, konflik akibat rusaknya moral seorang individu ataupun sebuah bangsa tentu akan terjadi dan merupakan sebuah masalah sosial yang harus dihadapi, lalu apakah yang mungkin bisa mengimbangi munculnya krisis moral ? jawabannya adalah melalui dunia pendidikan, seperti pendapat seorang filsuf sosiolog Emil Durkheim, mengatakan bahwa salah satu upaya perbaikan moralitas masyarakat adalah memperjuangkan reformasi sehingga moralitas modern bisa ditegakkan dengan menitik beratkan pada masalah pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah transportasi yang dapat digunakan oleh individu untuk sampai pada pengetahuan, intelektual dan juga moral sehingga seorang individu dapat berperan positiv dalam masyarakat, dari sinilah Durkheim berpendapat bahwa pendidikan akan menolong anak-anak mengembangkan sikap moral terhadap masyarakat. Durkheim beranggapan bahwa pendidikan merupakan wadah yang tepat untuk perbaikan moral karena pendidikan mampu memberikan ketiga komponen moralitas untuk mengendalikan nafsu yang mengancam kestabilan sosial dalam masyarakat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar