Moralitas Kondisi Masyarakat
dan Kondisi Opini Sosial
Oleh : Faisal Hadi
Pinem, SH
Masyarakat
dalam bahasa Inggris artinya society yang pengertiannya mencakup interaksi
sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Istilah masyarakat juga disebut
dengan sistem sosial. menurut sosiolog yang bernama Emile Durkheim, masyarakat
adalah suatu kenyataan objektif individu-individu yang merupakan
anggota-anggotanya. Maksudnya yaitu adanya ikatan sosial dalam kelompok.
Masyarakat juga berarti kelompok manusia yang hidupnya teratur. Masyarakat termasuk
sosial order atau keteraturan sosial. Sosial itu berasal dari individu yang
berarti individu tersebut saling bekerja sama. Masyarakat mempunyai solidaritas
sosial yaitu biasa disebut dengan ikatan kesamaan.
Di sisi lain,
secara sosiologis, perubahan di dalam masyarakat, bahwa rasio manusia semakin
tertantang, dan tantangan pertama adalah moralitas manusia itu sendiri. Karena
itu tidak heran jika setiap orang akan menyusun klaim dan memiliki motiv
tersendiri dalam mengantisipasi perubahan dalam masyarakat modern/postmodern
ini. Begitu pun lembaga-lembaga sosial akan memiliki dan membentuk sistem
regulasi tersendiri dalam menanggulangi berbagai peran sosialnya. Mengikuti
Durkheim, suatu perubahan yang terjadi tidak bisa diterima sui generis,
melainkan perlu mengolah kesadaran kolektif untuk menata peran sosial dan
membangun regulasi sosial yang lebih beradab.
Mazhab
Frankfurt dan kaum Postmodernisme pun akan mengatakan bahwa untuk bertahan di
era modernisasi dewasa ini orang harus masuk ke dalam kawasan “meta-“ artinya
kawasan yang mampu melampaui segala sekat dan batas (boundaries) di dalam hidup
masyarakat. Secara filsafatik dapat kita katakan bahwa perubahan cepat di dalam
masyarakat yang ditandai oleh bangkitnya kerja akal (rasio) adalah bukti bahwa
masyarakat sudah mengalami perkembangan peradaban yang sangat tinggi karena
pengaruh pendidikan.
Permasalah dewasa
ini adalah usaha menemukan bagaimana seharusnya nasib moralitas di dalam
masyarakat seperti masyarakat kita dewasa ini, yang ditandai oleh meningkatnya
konsentrasi dan unifikasi, dengan meningkatnya kemungkinan komunikasi yang
menghubungkan berbagai bagian dunia dan selanjutnya penyerapan kehidupan
setempat pada umumnya, dengan bangkitnya industri yang kuat, dan perkembangan
individualisme yang menyertai pemusatan semua
kekuatan sosial ini, dan sebagainya.
Aspirasi sosial
yang membingungkan yang membuatnya terdengar di segala penjuru mengungkapkan
cara bagaimana masyarakat kita atau bagian-bagiannya yang berbeda, melihat
kondisi nyata dan cara bagaimana kondisi itu harus dihadapi. Mereka tidak mempunyai
nilai lain. Memang, aspirasi tersebut merupakan sumber informasi yang bernilai
sebab mereka menunjukkan bagian tertentu dari realitas sosial yang
mendasarinya, tetapi masing-masing hanyalah mengungkapkan satu aspek dan
pegungkapannya tidak selalu sepenuhnya dapat dipercaya.
Nafsu dan
praduga sehari-hari tidak memungkinkan pengungkapan realitas yang sebenarnya. Tugas
ilmu pengetahuan untuk menemukan realitas tersebut untuk kemudian
mengungkapkannya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa masyarakat haruslah
mendasarkan penilainnya mengenai perkembangan di kemudian hari di atas realitas,
walaupun dalam mengkaji masalah praktek moral sehari-hari perlu memahami
berbagai manifestasi sosialisme maupun pandangan-pandangan lainnya yang
bertentangan, serta pandangan keagamaan yang hidup pada saat ini.
Peranan ilmu
pengetahuan tidaklah berhenti setelah menunjukkan pandangan yang lebih jelas
akan kecenderungan opini umum, sebab obyek utama penelitiannya adalah kondisi
masyarakat, bukan kondisi sosial. Adalah sukar untuk mengatakan bahwa aspirasi
kesadaran kolektif hanya halusinasi belaka. Bahkan lebih jauh lagi jika
moralitas yang sama sekali tidak berkaitan dengan opini masyarakat, maka
keadaan yang demikian itu akan sia-sia, sebab moralitas yang di pahami itu akan
tetap merupakan suatu pemikiran yang mati.
Oleh karena
itulah dalam praktek kehidupan bermasyarakat, peranan nalar setidak-tidaknya
selalu membantu sang zaman untuk semakin sadar akan dirinya sendiri, akan
kebutuhan dan sentimen-sentimennya. Moralitas adalah penerapan nalar secara
lebih metodis untuk mencapai tujuan dalam masyarakat sosial.
Socrates mengungkapkan,
lebih jelas dari hakim yang mengadilinya, moralitas yang cocok dengan zamannya.
Tampaknya mudah untuk menunjukkan bahwa, sebagai akibat dari transformasi masyarakat lama yang berdasarkan gen dan gangguan keyakinan keagamaan
yang ditimbulkannya, maka sebuah moralitas dan keyakinan keagamaan baru menjadi
perlu di Athena. Juga mudah untuk menunjukkan bahwa aspirasi ke arah formulasi baru
ini tidak hanya dirasakan oleh Socrates saja, tetapi telah ada arus yang kuat
yang ditunjukkan oleh sikap kaum Sophist. Dalam artian inilah Socrates
dipandang sebagai tokoh yang mendahului zamannya, yang sekaligus pula
mengungkapkan semangat zaman itu.
Dalam
prespektif Durkheim moralitas memiliki tiga komponen, pertama moralitas
melibatkan disiplin yang dimana disiplin dari sudut pengekangan terhadap
dorongan-dorongan hasrat seseorang. Pengekangan dianggap penting karena
kepentingan individu dan kelompok tidak sama dan bisa saja terlibat dalam
konflik. Disiplin merupakan suatu komponen yang dapat membatasi seorang
individu untuk bertindak dan berkeinginan sesuai batasan-batasan yang ada dalam
fakta sosial sehingga individu tidak dapat menuntut lebih.
Komponen yang
kedua adalah keterikatan terhadap kelompok sosial, keterikatan yang dimaksudkan
adalah keterikatan secara emosional dan tulus antar individu dengan kelompok
sosialnya sehingga individu rela dengan sepenuh hati mengikuti aturan atau
fakta sosial dalam kelompoknya, sehingga keterikatan adalah bagian dari diri
individu tersebut, berbeda dengan disiplin yang hakikatnya adalah memaksa dan
paksaan itu berasal dari luar karena tidak adanya keterikatan dalam diri
masing-masing individu. Kemudian komponen yang ke tiga adalah otonomi, dimana
moralitas modern mesti didasarkan pada hubungan antara individu dan masyarakat.
Dalam kaitanya
dengan moral, konflik akibat rusaknya moral seorang individu ataupun sebuah
bangsa tentu akan terjadi dan merupakan sebuah masalah sosial yang harus dihadapi,
lalu apakah yang mungkin bisa mengimbangi munculnya krisis moral ? jawabannya
adalah melalui dunia pendidikan, seperti pendapat seorang filsuf sosiolog Emil
Durkheim, mengatakan bahwa salah satu upaya perbaikan moralitas masyarakat adalah
memperjuangkan reformasi sehingga moralitas modern bisa ditegakkan dengan
menitik beratkan pada masalah pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah
transportasi yang dapat digunakan oleh individu untuk sampai pada pengetahuan,
intelektual dan juga moral sehingga seorang individu dapat berperan positiv
dalam masyarakat, dari sinilah Durkheim berpendapat bahwa pendidikan akan
menolong anak-anak mengembangkan sikap moral terhadap masyarakat. Durkheim
beranggapan bahwa pendidikan merupakan wadah yang tepat untuk perbaikan moral
karena pendidikan mampu memberikan ketiga komponen moralitas untuk
mengendalikan nafsu yang mengancam kestabilan sosial dalam masyarakat.