UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1974
TENTANG
PENGAIRAN
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa air beserta
sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, adalah
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai manfaat serba guna dan dibutuhkan
manusia sepanjang masa, baik di bidang ekonomi sosial maupun budaya;
b.
bahwa bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat secara
adil dan merata.
c.
bahwa pemanfaatannya haruslah
diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat yang sekaligus
menciptakan pertumbuhan, keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas
kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila;
d.
bahwa Algemeen Waterreglement
Tahun 1936 belum berlaku untuk seluruh Indonesia dan peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan dengan pengairan dirasakan sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan keadaan pada dewasa ini;
e.
bahwa untuk terlaksananya maksud
tersebut di atas, perlu adanya Undang-undang mengenai pengairan yang bersifat
nasional dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan di Indonesia, baik
ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan teknologi, guna dijadikan landasan bagi
penyusunan peraturan perundang-undangan selanjutnya.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat
(1), Pasal 27 dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; ,
3.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960
tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960,
Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2068);
5.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962
tentang Hygiene Untuk Usaha-usaha Bagi - Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1962 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2475);
6.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2823);
7.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2824);
8.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2831);
9.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037).
Dengan Persetujuan:
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA.,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAIRAN
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
"Negara" adalah Negara
Republik Indonesia;
2.
"Pemerintah" adalah
Pemerintah Republik Indonesia;
3.
"Air" adalah semua air
yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat
di atas maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini
air yang terdapat di laut;
4.
"Sumber-sumber Air"
adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang terdapat di atas, maupun di
bawah permukaan tanah;
5.
"Pengairan" adalah suatu
bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan
hewani yang terkandung di dalamnya baik yang alamiah maupun yang telah
diusahakan oleh manusia;
6.
"Tata Pengaturan Air"
adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta
sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di
dalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat
hidup dan peri kehidupan Rakyat;
7.
"Tata Pengairan" adalah
susunan dan letak sumber-sumber air dan atau bangunan-bangunan pengairan
menurut ketentuan-ketentuan teknik pembinaannya di suatu wilayah pengairan;
8.
"Tata Air" adalah
susunan dan letak air seperti dimaksud dalam angka 3 pasal ini;
9.
"Pembangunan Pengairan",
adalah segala usaha mengembangkan
pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya dengan perencanaan dan
perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna mencapai manfaat
sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;
10. "Perencanaan" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk
merumuskan sesuatu dasar tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup
yang luas dan berskala makro, sebagai hasil dari penghubungan dan pengolahan
dari tugas pokok, tugas utama, cetusan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan
keadaan;
11. "Rencana" adalah hasil perencanaan;
12. "Perencanaan Teknis" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha
untuk merumuskan perincian rencana sebagai dasar dan tuntunan guna sesuatu
tindakan dalam ruang lingkup yang tertentu dan berskala mikro serta bersifat
teknis;
13. "Rencana Teknis" adalah hasil perencanaan teknis.
BAB II
FUNGSI
Pasal 2
Air beserta sumber-sumbernya, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka
3, 4 dan 5 Undang-undang ini mempunyai fungsi sosial serta digunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran Rakyat.
BAB III
HAK PENGUASAAN DAN WEWENANG
Pasal 3
(1)
Air beserta sumber-sumbernya,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti dimaksud dalam Pasal
1 angka 3, 4 dan 5 Undang-undang ini dikuasai oleh Negara.
(2)
Hak menguasai oleh Negara tersebut
dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk:
a.
Mengelola serta mengembangkan
kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;
b.
Menyusun mengesahkan, dan atau
memberi izin berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air
dan tata pengairan;
c.
Mengatur, mengesahkan dan atau
memberi izin peruntukan, penggunaan,
penyediaan air, dan atau sumber-sumber air;
d.
Mengatur, mengesahkan dan atau
memberi izin pengusahaan air, dan atau sumber-sumber air;
e.
Menentukan dan mengatur
perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum antara orang dan atau
badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air;
(3)
Pelaksanaan atas ketentuan ayat
(2) pasal ini tetap menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat adat
setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional.
Pasal 4
Wewenang Pemerintah sebagaimana tersebut dalam
Pasal 3 Undang- undang ini, dapat dilimpahkan kepada instansi-instansi
Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan atau badan-badan hukum tertentu yang
syarat-syarat dan cara-caranya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1)
Menteri yang diserahi tugas urusan
pengairan, diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengoordinasikan segala
pengaturan usaha-usaha perencanaan, perencanaan teknis, pengawasan,
pengusahaan, pemeliharaan, serta perlindungan dan penggunaan air dan atau
sumber-sumber air, dengan memperhatikan kepentingan Departemen dan atau Lembaga
yang bersangkutan.
(2)
Pengurusan administratif atas
sumber air bawah tanah dan mata air panas sebagai sumber mineral dan tenaga
adalah di luar wewenang dan tanggung-jawab Menteri yang disebut dalam ayat (1)
pasal ini.
Pasal 6
Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi
bencana yang mempunyai akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah
berwenang mengambil tindakan-tindakan penyelamatan dengan mengatur
kegiatan-kegiatan pengamanan yang dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
Pasal 7
Pengaturan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, 5 dan 6 Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PERENCANAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS
Pasal 8
(1)
Tata Pengaturan Air dan Tata
Pengairan serta Pembangunan Pengairan disusun atas dasar perencanaan dan
perencanaan teknis yang ditujukan untuk kepentingan umum.
(2)
Hasil perencanaan dan perencanaan
teknis yang berupa rencana-rencana dan rencana-rencana teknis tata, pengaturan
air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1)
pasal ini, disusun untuk keperluan rakyat di segala bidang dengan memperhatikan
urutan prioritas.
(3)
Rencana-rencana dan
rencana-rencana teknis dimaksud dalam ayat (2 pasal ini, disusun guna
memperoleh tata air yang baik berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional dan
dilaksanakan untuk kepentingan yang bersifat nasional, regional dan lokal.
Pasal 9
Sebagai dasar perencanaan, pengembangan dan
pemanfaatannya, di selenggarakan penelitian dan inventarisasi untuk mengetahui
modal kekayaan alam yang berupa air beserta sumber-sumbernya di seluruh wilayah
Indonesia.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 10
(1)
Pemerintah menetapkan tata cara
pembinaan dalam rangka kegiatan pengairan
menurut bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi-fungsi dan
peranannya, meliputi :
a.
Menetapkan syarat-syarat dan
mengatur perencanaan, perencanaan
teknis, penggunaan, pengusahaan,
pengawasan dan perizinan pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;
b.
Mengatur dan melaksanakan
pengelolaan serta pengembangan sumber-sumber air dan jaringan-jaringan
pengairan (saluran-saluran beserta bangunan-bangunannya) secara lestari dan
untuk mencapai daya guna sebesar-besarnya;
c.
Melakukan pencegahan terhadap
terjadinya pengotoran air yang dapat merugikan penggunaannya serta
lingkungannya;
d.
Melakukan pengamanan dan atau
pengendalian daya rusak air terhadap daerah-daerah sekitarnya;
e.
Menyelenggarakan penelitian dan
penyelidikan sumber-sumber air;
f.
Mengatur serta menyelenggarakan
penyuluhan dan pendidikan khusus dalam bidang pengairan.
(2)
Tata cara pembinaan sebagaimana
tersebut dalam ayat (1) pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
PENGUSAHAAN
Pasal 11
(1)
Pengusahaan air dan atau
sumber-sumber air yang ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi
kesejahteraan Rakyat pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun
Daerah.
(2)
Badan Hukum, Badan Sosial dan atau
perorangan yang. melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air, harus
memperoleh izin dari Pemerintah, dengan berpedoman kepada asas usaha bersama
dan kekeluargaan.
(3)
Pelaksanaan pasal ini diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN
Pasal 12
Guna menjamin kelestarian fungsi dari
bangunan-bangunan pengairan untuk menjaga tata pengairan dan tata air yang
baik, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan serta
perbaikan-perbaikan bangunan- bangunan pengairan tersebut dengan ketentuan:
a.
Bagi bangunan-bangunan pengairan
yang ditujukan untuk memberikan manfaat langsung kepada sesuatu kelompok
masyarakat dilakukan dengan mengikut sertakan masyarakat, baik yang berbentuk
Badan Hukum, Badan Sosial maupun perorangan, yang memperoleh manfaat langsung
dari adanya bangunan-bangunan tersebut, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
b.
Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan
untuk kesejahteraan dan keselamatan umum pada dasarnya dilakukan oleh
Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.
BAB VIII
PERLINDUNGAN
Pasal 13
(1)
Air, sumber-sumber air beserta
bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan
dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut
dalam Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan:
a.
Melakukan usaha-usaha penyelamatan
tanah dan air;
b.
Melakukan pengamanan dan
pengendalian daya rusak air terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya;
c.
Melakukan pencegahan terhadap
terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya;
d.
Melakukan pengamanan dan
perlindungan terhadap bangunan-bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi
sebagaimana mestinya.
(2)
Pelaksanaan ayat (1) pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 14
(1)
Segala pembiayaan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan dalam rangka Tata Pengaturan Air dan Pembangunan Pengairan
diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
(2)
Masyarakat yang mendapat manfaat
langsung dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih
lanjut maupun untuk keperluan sendiri dapat diikut sertakan menanggung
pembiayaan sebagai pengganti jasa pengelolaan.
(3)
Badan Hukum, Badan Sosial dan atau
perorangan yang mendapat manfaat dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik
untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri, wajib ikut menanggung pembiayaan dalam bentuk
iuran yang diberikan kepada Pemerintah.
(4)
Pelaksanaan dari ayat (2) dan (3) Pasal ini diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 15
(1)
Diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,-
(lima juta rupiah):
a.
barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan
atau sumber-sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan dan perencanaan
teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 8 ayat
(1) Undang-undang ini;
b.
barang siapa dengan sengaja
melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air tanpa izin dari Pemerintah
sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini;
c.
barang siapa yang sudah memperoleh
izin dari Pemerintah untuk pengusahaan air dan atau sumber-sumber air
sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini, tetapi dengan
sengaja tidak melakukan dan atau sengaja tidak ikut membantu dalam usaha-usaha
menyelamatkan tanah, air, sumber-sumber air dan bangunan-bangunan pengairan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-undang
ini.
(2)
Perbuatan pidana dimaksud dalam
ayat (1) pasal ini adalah kejahatan.
(3)
Barang siapa karena kelalaiannya
menyebabkan terjadinya pelanggaran atas ketentuan tersebut dalam Pasal 8 ayat
(1), Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c dan d Undang-undang
ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah).
(4)
Perbuatan pidana dimaksud dalam
ayat (3) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Segala peraturan perundang-undangan dalam
bidang pengairan yang telah ada yang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini, dinyatakan tetap berlaku, selama belum diadakan yang baru berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 26 Desember 1974
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
JENDERAL
TNI
Diundangkan
Di Jakarta
Pada
Tanggal 26 Desember 1974
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUDHARMONO,
S H.
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974 NOMOR 65
Tidak ada komentar:
Posting Komentar