Minggu, 12 Maret 2017

PUISI WIJI TUKUL









PUISI WIJI TUKUL
 

























(1) PERINGATAN

jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat sembunyi dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
apabila usul ditolak tanpa ditimbang suara
dibungkam kritik
dilarang tanpa alasan dituduh subversif
dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!Solo, 1986

(2) SAJAK SUARA

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diamaku
siapkan untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan 
(3) (Tanpa Judul)

kuterima kabar dari kampung
rumahku kalian geledah
buku-bukuku kalian jarah
tapi aku ucapkan banyak terima kasih
karena kalian telah memperkenalkan
sendiri pada anak-anakku
kalian telah mengajar anak-anakku
membentuk makna kata penindasan
sejak dini
ini tak diajarkan di sekolahan
tapi rezim sekarang ini memperkenalkan
kepada semua kita
setiap hari di mana-mana
sambil nenteng-nenteng senapan
kekejaman kalian
adalah bukti pelajaran
yang tidak pernah ditulis Indonesia,
11 agustus 96
(4) BUNGA DAN TEMBOK

seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak kaukehendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah
seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak kaukehendaki adanya
engkau lebih suka membangun
jalan raya dan pagar besi
seumpama bunga
kami adalah bunga yang dirontokkan di bumi kami sendiri
jika kami bunga
engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersamad
engan keyakinan: engkau harus hancur!
dalam keyakinan kami
di mana pun – tirani harus tumbang!
Solo, ’87 – ‘88
Pertama denger nama Wiji Thukul pas hidup di Solo. Pas tau pertama kali sih nggak begitu tertarik dengan nama Wiji Thukul. Tapi setelah beberapa kali denger namanya dan tahu sedikit cerita kehidupan Wiji Thukul, yang ternyata sangat menarik, karena kehidupannya berliku untuk menegakkan satu kata yaitu KEADILAN, langsung aku tertarik dengan sosoknya. Keadilan saat itu, bahkan saat ini, hanya diperuntukan untuk sang pemegang kekuasaan dan pemegang harta. Sementara yang lain sulit untuk merasakan keadilan.
Wiji Thukul, Udin Bernas, Sumarsih, Munir sosok-sosok penuntut keadilan yang telah direnggut oleh penguasa ketidakadilan.
Wiji Thukul, Syair dan puisi-puisi
Seorang Buruh Masuk Toko
masuk toko
yang pertama kurasa adalah cahaya
yang terang benderang
tak seperti jalan-jalan sempit
di kampungku yang gelap
sorot mata para penjaga
dan lampu-lampu yang mengitariku
seperti sengaja hendak menunjukkan
dari mana asalku
aku melihat kakiku – jari-jarinya bergerak
aku melihat sandal jepitku
aku menoleh ke kiri ke kanan – bau-bau harum
aku menatap betis-betis dan sepatu
bulu tubuhku berdiri merasakan desir
kipas angin
yang berputar-putar halus lembut
badanku makin mingkup
aku melihat barang-barang yang dipajang
aku menghitung-hitung
aku menghitung upahku
aku menghitung harga tenagaku
yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik
aku melihat harga-harga kebutuhan
di etalase
aku melihat bayanganku
makin letih
dan terus diisap
10 september 1991
Bukan Kata Baru
ada kata baru kapitalis, baru? Ah tidak, tidak
sudah lama kita dihisap
bukan kata baru, bukan
kita dibayar murah
sudah lama, sudah lama
sudah lama kita saksikan
buruh mogok dia telpon kodim, pangdam
datang senjata sebataliyon
kita dibungkam
tapi tidak, tidak
dia belum hilang kapitalis
dia terus makan
tetes ya tetes tetes keringat kita
dia terus makan
sekarang rasakan kembali jantung
yang gelisah memukul-mukul marah
karena darah dan otak jalan
kapitalis
dia hidup
bahkan berhadap-hadapan
kau aku buruh mereka kapitalis
sama-sama hidup
bertarung
ya, bertarung
sama-sama?
tidak, tidak bisa
kita tidak bisa bersama-sama
sudah lama ya sejak mula
kau aku tahu
berapa harga lengan dan otot kau aku
kau tahu berapa upahmu
kau tahu
jika mesin-mesin berhenti
kau tahu berapa harga tenagamu
mogoklah
maka kau akan melihat
dunia mereka
jembatan ke dunia baru
dunia baru ya dunia baru.
tebet 9/5/1992

BUKAN DI MULUT POLITIKUS
BUKAN DI MEJA SPSI
berlima dari solo berkeretaapi kelas ekonomi murah
tak dapat kursi melengkung tidur di kolong
pas tepat di kepala kami bokong-bong
kiri kanan telapak kaki tas sandal sepatu
tak apa di pertemuan ketemu lagi kawan
dari krawang-bandung-jakarta-jogya-tangerang
buruh pabrik plastik, tekstil, kertas dan macam-macam
datang dengan satu soal
dari jakarta pulang tengah malam dapat bis rongsok
pulang letih tak apa diri telah ditempa
sepanjang jalan hujan kami jongkok tempat duduk
nempel jendela
bocor
bocor
sepanjang jalan tangan terus mengelapi
agar pakeyan tak basah
dingin
dingin
tapi tak apa
diri telah ditempa
kepala dan dada masih penuh nyanyi panas
hari depan buruh di tangan kami sendiri
bukan di mulut politikus
bukan di meja spsi
solo 14 mei 1992

E D A N
sudah dengan cerita mursilah?
edan!
dia dituduh maling
karena mengumpulkan serpihan kain
dia sambung-sambung jadi mukena
untuk sembahyang
padahal mukena tak dibawa pulang
padahal mukena dia taroh
di tempat kerja
edan!
sudah diperas
dituduh maling pula
sudah dengan cerita santi?
edan!
karena istirahat gaji dipotong
edan!
karena main kartu
lima kawannya langsung dipecat majikan
padahal tak pakai wang
padahal pas waktu luang
edan!
kita mah bukan sekrup
Bandung 21 Mei 1992 

LEUWIGAJAH
Leuwigajah berputar
dari pagi sampai pagi
jalan-jalan gemetar
debu-debu membumbung
dari knalpot kendaraan pengangkut
mesin-mesin terus membangunkan
buruh-buruh tak berkamar-mandi
tidur jejer berjejer alas tikar
tanpa jendela tanpa cahaya matahari
lantai dinding dingin lembab pengap
lidah-lidah penghuni rumah kontrak
terus menyemburkan cerita buruk:
lembur paksa sampai pagi – upah rendah
jari jempol putus – kecelakaan-kecelakaan
kencing dilarang – sakit ongkos sendiri
mogok? pecat!
seperti nyabuti bulu ketiak
tubuh-tubuh muda
terus mengalir ke Leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
mesin-mesin terus menggilas
memerah tenaga murah
satu kali dua puluh empat jam
masuk – absen – tombol ditekan
dan truk-truk pengangkut produksi
meluncur terus ke pasar
Leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi
cerobong asap terus mengotori langit
limbah mengental selokan berwarna
Leuwigajah terus minta darah tenaga muda
Leuwigajah makin panas
berputar dan terus menguras
tenaga-tenaga murah
Bandung – Solo 21 Mei – 16 Juni

LEUWIGAJAH MASIH HAUS


leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi
bis-bis-mobil pengangkut tenaga murah
bikin gemetar jalan-jalan
dan debu-debu tebal membumbung
mesin-mesin tak mau berhenti
membangunkan buruh tak berkamar-mandi
tanpa jendela tanpa cahaya matahari
jejer berjejer alas tikar
lantai dinding dingin lembab pengap
mulut lidah-lidah penghuni rumah kontrak
terus bercerita buruk
lembur paksa sampai pagi
tubuh mengelupas-jari jempol putus – upah rendah
mogok – pecat
seperti nyabuti bulu ketiak
tubuh-tubuh muda
terus mengalis ke leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
mesin-mesin terus menggilas
memerah tenaga murah
satu kali duapuluhempat jam
masuk – absen – tombol ditekan
dan truk-truk pengangkut produksi
meluncur terus ke pasar
leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi
asap crobong terus kotor
selokan air limbah berwarna
mesin-mesin tak mau berhenti
terus minta darah tenaga muda
leuwigajah makin panas
berputar dan terus menguras
Bandung 21 mei 1992

MAKIN TERANG BAGI KAMI
tempat pertemuan kami sempit
bola lampu kecil cahaya sedikit
tapi makin terang bagi kami
tangerang – solo – jakarta kawan kami
kami satu : buruh
kami punya tenaga
tempat pertemuan kami sempit
di langit bintang kelap-kelip
tapi makin terang bagi kami
banyak pemogokan di sanasini
tempat pertemuan kami sempit
tapi pikiran ini makin luas
makin terang bagi kami
kegelapan disibak tukar-pikiran
kami satu : buruh
kami punya tenaga
tempat pertemuan kami sempit
tanpa buah cuma kacang dan air putih
tapi makin terang bagi kami
kesadaran kami tumbuh menyirami
kami satu : buruh
kami punya tenaga
jika kami satu hati
kami tahu mesin berhenti
sebab kami adalah nyawa
yang menggerakkannya
Bandung 21 mei 1992


SATU MIMPI SATU BARISAN
di lembang ada kawan sofyan
jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
karena mogok karena ingin perbaikan
karena upah ya karena upah
di ciroyom ada kawan sodiyah
si lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh pabrik teh
terbaring pucet dihantam tipes
ya dihantam tipes
juga ada neni
kawan bariah
bekas buruh pabrik kaos kaki
kini jadi buruh di perusahaan lagi
dia dipecat ya dia dipecat
kesalahannya : karena menolak
diperlakukan sewenang-wenang
di cimahi ada kawan udin buruh sablon
kemarin kami datang dia bilang
umpama dironsen pasti nampak
isi dadaku ini pasti rusak
karena amoniak ya amoniak
di cigugur ada kawan siti
punya cerita harus lembur sampai pagi
pulang lunglai lemes ngantuk letih
membungkuk 24 jam
ya 24 jam
di majalaya ada kawan eman
buruh pabrik handuk dulu
kini luntang-lantung cari kerjaan
bini hamin tiga bulan
kesalahan : karena tak sudi
terus diperah seperti sapi
di mana-mana ada sofyan ada sodiyah ada bariyah
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
di mana-mana ada neni ada udin ada siti
di mana-mana ada eman
di bandung – solo – jakarta – tangerang
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
satu mimpi
satu barisan
Bandung 21 mei 1992
. . .
apa guna punya ilmu tinggi
kalau hanya untuk mengibuli
apa guna banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
di mana-mana moncong senjata
berdiri gagah kongkalikong
dengan kaum cukong . . .
. . . sajakku
adalah kebisuan
yang sudah kuhancurkan
sehingga aku bisa mengucapkan
dan engkau mendengarkan
sajakku melawan kebisuan 


P E N Y A I R
jika tak ada mesin ketik
aku akan menulis dengan tangan
jika tak ada tinta hitam
aku akan menulis dengan arang
jika tak ada kertas
aku akan menulis pada dinding
jika aku menulis dilarang
aku akan menulis dengan
tetes darah!
sarang jagat teater
19 januari 1988

PUISI - PUISI PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BUNG KARNO








PUISI - PUISI PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BUNG KARNO

Kamis, 09 Maret 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1974
TENTANG
PENGAIRAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.         bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai manfaat serba guna dan dibutuhkan manusia sepanjang masa, baik di bidang ekonomi sosial maupun budaya;
b.         bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan  untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat secara adil dan merata.
c.          bahwa pemanfaatannya haruslah diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat yang sekaligus menciptakan pertumbuhan, keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila;
d.         bahwa Algemeen Waterreglement Tahun 1936 belum berlaku untuk seluruh Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan dengan pengairan dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan keadaan pada dewasa ini;
e.         bahwa untuk terlaksananya maksud tersebut di atas, perlu adanya Undang-undang mengenai pengairan yang bersifat nasional dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan di Indonesia, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan teknologi, guna dijadikan landasan bagi penyusunan peraturan perundang-undangan selanjutnya.

Mengingat:
1.         Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2.         Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat  Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; ,
3.         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4.         Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960, Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2068);
5.         Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-usaha Bagi - Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2475);
6.         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2823);
7.         Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);
8.         Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
9.         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037).

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA.,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAIRAN

BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.         "Negara" adalah Negara Republik Indonesia;
2.         "Pemerintah" adalah Pemerintah Republik Indonesia;
3.         "Air" adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut;
4.         "Sumber-sumber Air" adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah;
5.         "Pengairan" adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia;
6.         "Tata Pengaturan Air" adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan,  penguasaan, pengelolaan, penggunaan,  pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;
7.         "Tata Pengairan" adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan atau bangunan-bangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik pembinaannya di suatu wilayah pengairan;
8.         "Tata Air" adalah susunan dan letak  air  seperti dimaksud dalam angka  3 pasal ini;
9.         "Pembangunan Pengairan", adalah segala usaha mengembangkan  pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya dengan perencanaan dan perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna mencapai manfaat sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;
10.       "Perencanaan" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan sesuatu dasar tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup yang luas dan berskala makro, sebagai hasil dari penghubungan dan pengolahan dari tugas pokok, tugas utama, cetusan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan;
11.       "Rencana" adalah hasil perencanaan;
12.       "Perencanaan Teknis" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian rencana sebagai dasar dan tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup yang tertentu dan berskala mikro serta bersifat teknis;
13.       "Rencana Teknis" adalah hasil perencanaan teknis.

BAB II
FUNGSI

Pasal 2
Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-undang ini mempunyai fungsi sosial serta digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.

BAB III
HAK PENGUASAAN DAN WEWENANG

Pasal 3
(1)        Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-undang ini dikuasai oleh Negara.
(2)        Hak menguasai oleh Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk:
a.         Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;
b.         Menyusun mengesahkan, dan atau memberi izin berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan;
c.          Mengatur, mengesahkan dan atau memberi  izin peruntukan, penggunaan, penyediaan air, dan atau sumber-sumber air;
d.         Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan air, dan atau sumber-sumber air;
e.         Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air;
(3)        Pelaksanaan atas ketentuan ayat (2) pasal ini tetap menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional.

Pasal 4
Wewenang Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Undang- undang ini, dapat dilimpahkan kepada instansi-instansi Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan atau badan-badan hukum tertentu yang syarat-syarat dan cara-caranya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5
(1)        Menteri yang diserahi tugas urusan pengairan, diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengoordinasikan segala pengaturan usaha-usaha perencanaan, perencanaan teknis, pengawasan, pengusahaan, pemeliharaan, serta perlindungan dan penggunaan air dan atau sumber-sumber air, dengan memperhatikan kepentingan Departemen dan atau Lembaga yang bersangkutan.
(2)        Pengurusan administratif atas sumber air bawah tanah dan mata air panas sebagai sumber mineral dan tenaga adalah di luar wewenang dan tanggung-jawab Menteri yang disebut dalam ayat (1) pasal ini.

Pasal 6
Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang mempunyai akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah berwenang mengambil tindakan-tindakan penyelamatan dengan mengatur kegiatan-kegiatan pengamanan yang dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 7
Pengaturan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5 dan 6 Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PERENCANAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS

Pasal 8
(1)        Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan Pengairan disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis yang ditujukan untuk kepentingan umum.
(2)        Hasil perencanaan dan perencanaan teknis yang berupa rencana-rencana dan rencana-rencana teknis tata, pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1) pasal ini, disusun untuk keperluan rakyat di segala bidang dengan memperhatikan urutan prioritas.
(3)        Rencana-rencana dan rencana-rencana teknis dimaksud dalam ayat (2 pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan untuk kepentingan yang bersifat nasional, regional dan lokal.

Pasal 9
Sebagai dasar perencanaan, pengembangan dan pemanfaatannya, di selenggarakan penelitian dan inventarisasi untuk mengetahui modal kekayaan alam yang berupa air beserta sumber-sumbernya di seluruh wilayah Indonesia.

BAB V
PEMBINAAN

Pasal 10
(1)        Pemerintah menetapkan tata cara pembinaan dalam rangka kegiatan pengairan  menurut bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi-fungsi dan peranannya, meliputi :
a.         Menetapkan syarat-syarat dan mengatur perencanaan,  perencanaan teknis, penggunaan,  pengusahaan, pengawasan dan perizinan pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;
b.         Mengatur dan melaksanakan pengelolaan serta pengembangan sumber-sumber air dan jaringan-jaringan pengairan (saluran-saluran beserta bangunan-bangunannya) secara lestari dan untuk mencapai daya guna sebesar-besarnya;
c.          Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air yang dapat merugikan penggunaannya serta lingkungannya;
d.         Melakukan pengamanan dan atau pengendalian daya rusak air terhadap daerah-daerah sekitarnya;
e.         Menyelenggarakan penelitian dan penyelidikan sumber-sumber air;
f.           Mengatur serta menyelenggarakan penyuluhan dan pendidikan khusus dalam bidang pengairan.
(2)        Tata cara pembinaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PENGUSAHAAN

Pasal 11
(1)        Pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan Rakyat pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.
(2)        Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang. melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air, harus memperoleh izin dari Pemerintah, dengan berpedoman kepada asas usaha bersama dan kekeluargaan.
(3)        Pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

Pasal 12
Guna menjamin kelestarian fungsi dari bangunan-bangunan pengairan untuk menjaga tata pengairan dan tata air yang baik, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan serta perbaikan-perbaikan bangunan- bangunan pengairan tersebut dengan ketentuan:
a.         Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk memberikan manfaat langsung kepada sesuatu kelompok masyarakat dilakukan dengan mengikut sertakan masyarakat, baik yang berbentuk Badan Hukum, Badan Sosial maupun perorangan, yang memperoleh manfaat langsung dari adanya bangunan-bangunan tersebut, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
b.         Bagi  bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.

BAB VIII
PERLINDUNGAN

Pasal 13
(1)        Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan:
a.         Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;
b.         Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya;
c.          Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya;
d.         Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
(2)        Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
PEMBIAYAAN

Pasal 14
(1)        Segala pembiayaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka Tata Pengaturan Air dan Pembangunan Pengairan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
(2)        Masyarakat yang mendapat manfaat langsung dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri dapat diikut sertakan menanggung pembiayaan sebagai pengganti jasa pengelolaan.
(3)        Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang mendapat manfaat dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri,  wajib ikut menanggung pembiayaan dalam bentuk iuran yang diberikan kepada Pemerintah.
(4)        Pelaksanaan  dari ayat (2) dan (3) Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 15
(1)        Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah):
a.         barang siapa  dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal  8 ayat (1) Undang-undang ini;
b.         barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini;
c.          barang siapa yang sudah memperoleh izin dari Pemerintah untuk pengusahaan air dan atau sumber-sumber air sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini, tetapi dengan sengaja tidak melakukan dan atau sengaja tidak ikut membantu dalam usaha-usaha menyelamatkan tanah, air, sumber-sumber air dan bangunan-bangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-undang ini.
(2)        Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan.
(3)        Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya pelanggaran atas ketentuan tersebut dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c dan d Undang-undang ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah).
(4)        Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini adalah pelanggaran.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16
Segala peraturan perundang-undangan dalam bidang pengairan yang telah ada yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku, selama belum diadakan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17
Undang-undang ini mulai  berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan  Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 Desember 1974
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
JENDERAL TNI

Diundangkan Di Jakarta
Pada Tanggal 26 Desember 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUDHARMONO, S H.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974 NOMOR 65